Rabu, 12 Februari 2014

Sang pecinta

Dakwahmu seserhana 
dakwahmu bersahaja 
Kau di sebut sang pecinta 
pecinta Allah Ta'ala
Kau disebut sang pecinta 
Pecinta Rasulullah 

Meskipun kau telah pergi, 
meskipun sedih hati, 
nasehatmu kan abadi, 
karena niatmu suci, 
perjuanganmu takkan mati 
Penerus mengganti

Kau sang pecinta kami kehilanganmu
Kau sang pecinta kami menyayangimu

BerjutaJuta doa mengantarmu bersandar takputus-putus bergema 
Berjuta-Juta tangis antar kepergianmu Allah menyayangimu 

Pecinta yang di cinta.....

Minggu, 09 Februari 2014

Inspirasi Ahmad Bahir Ghozali


Kecintaan terhadap seni Islami dan didukung suara indah serta fasih berbahasa Arab, membuat Ahmad Bahir Gozali terlena pada seni shalawat. Berkat keuletan dan kerja kerasnya, dia tak hanya berhasil keliling dunia. Tetapi juga bisa meng-Islam-kan musisi non muslim dan menyadarkan cara pandang dunia tentang Islam.Di kediamannya di Komplek Pondok Pesantren Wasilatul Falah, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, beberapa hari lalu, Ahmad Bahir tampak mengenakan baju koko putih dan sarung warna biru tua.Performa khas santri salafiyah. Sepintas, dia terlihat seperti seorang guru ngaji atau pimpinan pondok pesanren, bukan musisi. Anggapan itu memang tidak salah, sebab Bahir, begitu dia akrab disapa, merupakan salah satu pimpinan di Ponpes Wasilatul Falah warisan ulama kharismatik Kebupaten Lebak, KH. Muhammad Yusuf, yang tak lain adalah kakeknya sendiri.
Bahir menceritakan, awal mula mengenal seni shalawat saat usianya lima tahun. Saat itu dirinya bermukim di Kota Suci Makkah bersama keluarga. Saat itu, sang ayah KH. Mohammad Gojali melihat talenta Bahir dalam hal berkesenian. Karena itulah, sang ayah membelikan sebuah piano kecil untuk Bahir.
Menginjak usia delapan tahun, ia bersama keluarganya pulang ke Rangkasbitung. Sayang, lingkungan yang baru itu menghambat perkembangannya dalam berkesenian. Maklum, kesenian adalah hal tabu di lingkungan pondok pesantren. Tetapi bakatnya dalam hal tarik suara masih bisa disalurkan. Bahir masih ingat, saat duduk kelas 6 SD dia berhasil meraih juara pada lomba adzan tingkat SD se Jawa Barat. Ini berkat nada suaranya yang bersih dan tinggi didukung bahasa Arab yang fasih.
Hobinya membaca shalawat kembali terasah ketika nyantri di Ponpes Turus, Kabupaten Pandeglang. Meski tak diiringi alat musik, dia bisa bebas mengumandangkan shalawat bersama rekan-rekannya sesama santri. Bahkan mendapat bimbingan dari ustads H Dadang Dahlani, salah satu pembina santri Ponpes Turus. Di sinilah dibentuk grup pembaca shalawat yang kelak mendapat undangan hajatan, perpisahan sekolah dan sejenisnya.
Saat kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, bakat seni dibuka kembali. Dia bergabung dengan Himpunan Qori dan Qori’ah Mahasiswa (HIQMA), salah satu organisasi intra kampus. Dari HIQMA inilah kemampuan seni membaca al-quran Bahir semakin prestisius. Apalagi, sering bertemu qori nasional dan internasional, Seperti Ust Yasir Arafat Lubis dan Ust Tolabi Harli.
Qori sangat identik dengan pembacan seni shalawat. Sejak itulah, ia dan temannya membentuk kelompok pembaca sholawat. Bedanya, kali ini pembacaan shalawat diiringi alat musik rebana hadroh. Hingga suatu ketika, salah satu televisi nasional menggelar acara musik religi di bulan Ramadhan. Bahir dan kelompok HIQMA inilah yang jadi pengiringnya. Di acara ini pula, Bahir bertemu seniman etnik sunda yang alat utamanya gamelan dan bernama Samba Sunda Performing Art, Bandung. Inilah cikal bakal Bahir terbang keliling dunia. Sebab, bersama Samba Sunda di bawah arahan Catherina, wanita asal Inggris yang jadi manajer dan Ismet Ruchimat, sang pimpinan rombongan, Samba Sunda keliling dunia mengikuti berbagai festival kesenian.
Sejak 2002, Bahir semakin intens berkomunikasi dengan kelompok Samba Sunda dan sering diundang pentas untuk kolaborasi pembacaan shalawat dan musik etnik Sunda. Pada 2006, Bahir resmi berabung dan menjadi vokalis Samba Sunda. Proyek garapan pertamanya adalah berkolaborasi dengan musisi ternama berkebangsaan Norwegia, Shaw Patrick Iversen. Pada tahun itu pula, Samba Sunda berkesempatan mengikuti World Festival Music di Inggris, Belanda, dan Norwegia.
Dengan Samba Sunda pula ia mengelilingi nusantara, kecuali Papua. Dia juga pernah mengikuti Festival Music Melayu di Singapura dan Malayasia. Ia juga pernah tampil dalam kegatan show of air musik di Taiwan, Cina, Makau, Francis dan Hongkong. Dalam dalam waktu dekat, Bahir juga akan terbang ke Turki, dalam festival nyanyian sufi. Sedangkan akhir tahun nanti akan mengunjungi Timur Tengah untuk acara serupa. “Terpilihnya saya menjadi vokalis Samba Sunda karena saya mempunyai suara shopran (nada tinggi, red) dan qori yang bisa menyelaraskan dengan alat musik,” ujarnya.
Bahir juga sudah berhasil mengeluarkan album shalawat cinta bersama Ust Jefri Albuhori dan tasbih bersama Samba Sunda. Saat ini, Bahir sedang mengarap album talbiah bersama Samba Sunda dan akan louncing di Hongkong dalam waktu dekat ini.
Selain itu, sejak 2006 Bahir, dia juga membentuk grup qosidah di lingkungan Pesantren Wasilatul Falah. Prestasi yang pernah diraih anak asuhnya, yaitu juara satu tingkat Provinsi Banten tahun 2006, juara satu nasional di Kota Ambon pada tahun yang sama, di Kalimantan Timur pada 2007, Kota Batam pada 2009.
“Sebagai Kasi Siaran dan Tamaddun di Kanwil Kemenag, saya juga pernah mengadakan perlombaan pembacaan Yalil, Marhaba, Barjanji, Saman Banten, dan Kendang Pencak. Saya ingin seni budaya Islam di Banten tumbuh dan berprestasi,” tandasnya.
Bahir menegaskan, keliling dunia dan bisa mengenalkan musikalisasi shalawat dengan musik etnik gamelan Sunda sangat membanggakan. Sebab bisa mengenalkan Islam yang rahmatan lil alamin. Bisa menegaskan bahwa Islam tidak hanya bisa diisyaratkan melalui ceramah agama, pidato, orasi, membaca alquran dengan nagham. Tetapi juga bisa melalui pendekatan seni budaya seperti pendekatan wali sanga dalam melakukan dakwah di Indonesia.
Dia menuturkan, ada hal yang mengharukan dari perjalanannya mengembangkan shalawat ke mancanegara. Ketika kumandang shalawat dibawakan dengan jenis regge/rap, penonton berjoget ria dan menikmati alunan musik. Tetapi saat dijelaskan arti dan makna bacaannya, semua penonton tertegun haru. Kemudian, ketika di London Inggris, dia pernah membacakan shalawat dan syair Abu Nawas di dalam chapel (bekas gereja) yang berkolaborasi dengan musisi Norwegia, Patyrick Shaw Iversen. Dari 2006, Patyrick mulai belajar Islam dan akhirnya masuk Islam pada 2010. Kalimah sahadat dilakukan di Kandepag Lebak diisaksikan Ketua MUI Lebak, KH Satibi Hambali. “Ini menegaskan bahwa media apapun dapat menjadi washilah untuk seseorang mendapatkan jalan mengenal Islam dan pada akhirnya Allah memberikan hidayah,” ujarnya.
Hal menyenangkan, kata dia, bisa bertemu dengan seniman kelas dunia. Karena event yang diikuti adalah world festival music (festival musik dunia) , dimana dia bersama Samba Suna menjadi Wakil Indonesia dalam festival tersebut. “Bisa bertukar informasi terkait perkembangan musik. Khususnya seni budaya Islam di Eropa, Eropa Timur, Timur Tengah dan Asia,” ujarnya seraya menyebutkan pernah Norwegia dan Newcastle, London, Bath, Kendal, Chelsea, Paris, dan Belanda.
“Saya ingin sampaikan bahwa shalawat itu berisi syair syair pujian terhadap nabi dan harus dikemas dengan apik dan artistik. Artinya, supaya nada dan iraham shalawat bisa dinikmati tidak hanya di kalanan pesantren dan majelis taklim. Tetapi juga di kalangan umum, baik nasional maupun internasional,” ujarnya.
Karena itu, Bahir saat ini tengah membuat album shalawat dengan musik iringan jenis jazz. Syiar Islam bisa dikolaborasikan dengan alat musik apapun dari berbagai etnik seperti gamelan Sunda, gamelan Jawa, gamelan Bali, bedug Banten dan rebana Banten. Sehingga shalawat bisa dinikmati oleh siapapun tanpa melihat latar belakang suku, usia, bahasa. Inilah shalawat universal.