Rabu, 30 Januari 2013

Nambih wawasan aslina makam prabu geusan ulun


Padahal, Raja Sumedanglarang Itu Makamnya Ada
di Sumedang
Prabu Geusan Ulun Dimakamkan di
Garut?
BILA kita berkunjung ke objek wisata
Sayangheulang Garut selatan, tepat di ujung barat
pantai terdapat bukit kecil. Di puncak bukit itu
terdapat sebuah makam keramat yang oleh
penduduk sekitar diakui sebagai makam Prabu
Geusan Ulun. Keberadaan makam tersebut agak
mengherankan. Seperti diketahui, Prabu Geusan
Ulun adalah Raja Sumedanglarang dan di wilayah
Sumedang pun terdapat makamnya. Mungkin juga
akan mengundang pertanyaan, apakah Prabu
Geusan Ulun yang dimakamkan di Sayangheulang
ini adalah tokoh yang sama dengan Prabu Geusan
Ulun Raja Sumedanglarang?
Sebenarnya, masyarakat sekitar pun tidak
mengetahui dengan pasti mengenai hal ini.
Sejauh yang mereka tahu, Prabu Geusan
Ulun yang dimakamkan di Sayangheulang
adalah seorang tokoh dan penyebar agama
Islam. Seperti yang diutarakan oleh Umen
Herdiana, KCD Pariwisata Wilayah
Pameungpeuk, berdasarkan cerita rakyat
sekitar, Prabu Geusan Ulun adalah seorang
raja dan tokoh penyebar Islam yang punya
sebuah perguruan Islam di Gunung Nagara
Depok.
Saat menjelang wafat, tokoh yang juga
dikenal sebagai Eyang Geusan Ulun ini
berwasiat kepada murid-muridnya, bila
wafat, ia ingin dikuburkan di suatu tempat, di mana
parukuyan (batok kelapa yang berisi bara api) yang
ia hanyutkan di Sungai Cipalebuh berhenti.
Parukuyan itu pertama kali dihanyutkan di Gunung
Nagara di wilayah Bantarpeundeuy Depok. Setelah
lama hanyut dengan diikuti oleh murid-murid
Eyang Geusan Ulun, parukuyan tersebut” berhenti
di muara Sungai Cipalebuh, tepat di kaki bukit kecil
di Sayangheulang. Akhirnya, setelah wafat, jenazah
Eyang Geusan Ulun dimakamkan di puncak bukit
itu oleh murid-muridnya.
Setelah jenazah dimakamkan, parukuyan tersebut
kemudian hanyut kembali dan berhenti di sebuah
karang besar di tepi pantai Santo. Karang itu lalu
diberi nama Karang Kukusan, yang hingga saat ini
masih ada.
Keterangan yang berbeda justru diungkapkan oleh
kuncen makam Prabu Geusan Ulun, Yayat
Supriyatna bin Udin. Saat ditemui “PR” beberapa
waktu lalu, Yayat mengaku tidak mengetahui
bagaimana sejarahnya Prabu Geusan Ulun bisa
dimakamkan di Sayangheulang. Namun, ia
menawarkan kepada “PR” agar berbicara langsung
dengan arwah Prabu Geusan Ulun yang bisa ia
panggil untuk “nyurup” ke dalam dirinya.
Setelah melakukan prosesi ritual di dekat makam
Prabu Geusan Ulun, Yayat langsung kesurupan.
Yang bersangkutan mengucapkan salam dan
kemudian terdiam untuk beberapa saat dengan
mata terpejam dan urat leher terlihat tegang. Pada
kesempatan itu, “PR” bertanya bagaimana
sejarahnya Prabu Geusan Ulun bisa dimakamkan di
Sayangheulang.
“Sang prabu” bertutur, ia sebenarnya berasal dari
wilayah Panjalu. Ia terpaksa meninggalkan wilayah
Panjalu karena lama kelamaan masyarakat di
Panjalu sudah semakin meninggalkan ajaran Islam.
Pergilah ia ke suatu tempat untuk menyepi dan
lokasi Sayangheulanglah yang kemudian ia pilih
untuk menetap selama 10 tahun hingga akhir
hayatnya. Ia juga merunut beberapa kuncen yang
pernah menjaga makamnya. Pertama adalah Eyang
Jagawana, yang juga masih keturunannya.
Dilanjutkan oleh Mama Emen, Lurah
Kardiwijayakusumah, Irob, dan terakhir Yayat
Supriyatna bin Udin, yang saat itu dijadikan
sebagai media bagi arwah sang prabu untuk
berbicara. Menurut pengakuan “arwah” Eyang
Geusan Ulun, saat ini sudah menginjak tahun
ke-470 ia bersemayam di Sayangheulang.
Tidak ada catatan
Sementara itu, menurut pakar sejarah, yang juga
pendiri Yayasan Pendidikan Gilang Kencana Garut,
Sulaeman Anggapradja, nama Geusan Ulun di
Sayangheulang tidak ada dalam catatan sejarah.
Menurutnya, selama meneliti dan mengumpulkan
dokumen sejarah tentang wilayah Garut dan
sekitarnya, tidak pernah terdengar nama Geusan
Ulun yang dimakamkan di Sayangheulang. Saat
melihat foto lokasi makam Geusan Ulun, Sulaeman
berpendapat, besar kemungkinan makam tersebut
merupakan bangunan baru dan tokohnya pun
kemungkinan bukan tokoh yang berperan di dalam
sejarah. “Mungkin hanya tokoh masyarakat
setempat saja yang dihormati dan makamnya
kemudian dikeramatkan,” ujar Sulaeman.
Lebih lanjut Sulaeman menjelaskan nama Geusan
Ulun adalah sebuah gelar bagi seorang tokoh atau
pimpinan yang dihormati rakyatnya. Menurutnya,
Geusan Ulun di Sayangheulang jelas bukan Geusan
Ulun raja Sumedanglarang karena Prabu Geusan
Ulun dari Sumedang jelas catatan sejarah dan
keberadaan makamnya. Hal tersebut diperkuat oleh
pengalaman Sulaeman, yang beberapa kali
menemukan dalam catatan sejarah nama Geusan
Ulun di tempat yang berbeda-beda. Ditegaskannya,
Geusan Ulun di Sayangheulang besar kemungkinan
hanya tokoh yang dibuat-buat saja. “Karena
penamaan Geusan Ulun tidak diberikan kepada
sembarang orang. Hanya orang-orang besar saja
yang diberi gelar itu. Kalau Geusan Ulun di
Sayangheulang memang tokoh besar, tentunya
akan tercatat di dalam catatan sejarah, tetapi
selama ini kan tidak ada,” tegasnya.
Terlepas dari ada atau tidak adanya Geusan Ulun
dari Sayangheulang, kenyataannya saat ini makam
tersebut dikeramatkan dan banyak diziarahi
masyarakat. Makam tersebut berpotensi dijadikan
aset wisata, namun tentu saja kebenaran sejarah
harus lebih diutamakan. (Zaky Yamani/”PR”)***

Selasa, 08 Januari 2013

Ngaran raja-raja sunda baheula

Urang memang urang Sunda pituin sabab dikuatan
ku Karuhun urang atawa Rundayan memang ti
Sunda, tapi kadang urang sorangan anu ngaku yen
urang sunda pituin jarang apal kana sajarah jaman
baheula, diantawisna kan urang teh ngabogaan
pamingpin anu janten Ais Pangampih dina waktu
harita, pami ayeunamah panginten Presiden
namung pami baheulamah disebat Raja.... Tah
kusabab kitu urang anu kudu neuruskeun kajayaan
atawa sabagean pagawean Aranjeuna, namung
bade tiasa neuraskeun kumaha dalah apal oge
hanteu ka Raja urang baheulana oge.
Sakeudik ngaguar perkawis Raja Sunda jaman
baheula, di handap ieu nyaeta Nami-nami Raja
Sunda anu Baheula nu pernah ngarajaan di Tatar
Sunda.

Raja - Raja Sunda
1. Tarusbawa ( 669 – 723 )
2. Harisdarma ( 723 – 732 )
3. Tamperan Barmawijaya ( 732- 739 )
4. Rakéyan Banga ( 739 – 766 )
5. Rakéyan Medang Prabu Hulukujang
( 766 – 783 )
6. Prabu Gilingwesi ( 783 – 795 )
7. Pucukbumi Darméswara ( 795 – 819 )
8. Rakéyan Wuwus Prabu Gajah Kulon
( 819 – 891 )
9. Prabu Darmaraksa
10. Windusakti Prabu Déwageng ( 895 –
913 )
11. Rakéyan Kamuning Gading Prabu
Pucukwesi ( 913 – 916 )
12. Rakéyan Jayagiri ( 916 – 942 )
13. Atmayadarma Hariwangsa ( 942 –
954 )
14. Limbur Kancana ( 954 – 964 )
15. Munding Ganawirya ( 964 – 973 )
16. Rakéyan Wulung Gadung ( 973 – 989 )
17. Brajawisésa ( 989 – 1012 )
18. Déwa Sanghiyang ( 1012 – 1019 )
19. Sanghiyang Ageng ( 1019 – 1030 )
20. Sri Jauabupati ( Détya Maharaja)
( 1030 – 1042 )
21. Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja)
( 1042 – 1065 )
22. Langlangbumi ( Sang Mokténg Kerta)
( 1065 – 1155 )
23. Rakéyan Jayagiri Prabu Ménakluhur
( 11 55 – 1157 )
24. Darmakusuma (Sang Mokténg
Winduraja) ( 1157 – 1175 )
25. Darmasiksa Prabu Sanghiyang Wisnu
( 1175 – 1297 )
26. Ragasuci (Sang Mokténg Taman) ( 1297
– 1303 )
27. Citraganda (Sang Mokténg Tanjung)
( 1303 – 1311 )
Mudah-mudahan Tulisan peurkawis Nami Raja
Sunda ieu aya manfaatna khususna kanggo
simkuring atuh umumnamah kanggo saderek
sadayana anu meuryogikeun Ieu makalah, amit
mundur lain pundungan ngejat lain nyingkahan tapi
mmemang geus waktuna tur kuduna Simkuring
indit
Tina Polemik Naskah Pangéran Wangsakerta
Hasil bakti hiji blog http://
bujanggamanik.wordpress.com